|
Sumber; commons.wikimedia.org
|
Rencana pengembangan Pulau Rempang memiliki riwayat yang
panjang. Beberapa media nasional pernah mengulas artikel yang membahas sejarah
masuknya investor ke pulau tersebut sejak tahun 2004. Hingga tahun 2008, tidak
ada kelanjutan.
Surat dari DPRD Kota Batam tanggal 17 Mei 2004 membuka
kembali catatan masuknya investasi ke kawasan Pulau Rempang. Surat ini diteken
oleh Ketua DPRD Batam saat itu, Taba Iskandar, dan berisi rekomendasi dari enam
fraksi di DPRD Batam.
Secara garis besar, DPRD Batam saat itu menyetujui langkah
Pemko Batam untuk mengembangkan Pulau Rempang menjadi kawasan perdagangan,
jasa, industri, dan pariwisata dengan konsep Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif
atau KWTE.
Pada tanggal 26 Agustus 2004, pengusaha Tommy Winata,
pemilik PT Makmur Elok Graha (MEG), menandatangani nota kesepahaman dengan
Pemko Batam. Penandatanganan ini juga disaksikan oleh Ismeth Abdullah, yang
saat itu menjabat sebagai penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Perjanjian
tersebut juga mencakup pembuatan studi pengembangan Pulau Rempang.
"Awalnya, kami diajak berbicara pada tahun 2002.
Kemudian, pada tahun 2003, kami dipanggil lagi dan ditawari untuk menggarapnya.
Kami diminta untuk melakukan publikasi. Setelah satu tahun menyelesaikan studi,
kami mempresentasikannya dan pada tahun 2004 nota kesepahaman
ditandatangani," kata Tommy, seperti yang dikutip dari artikel Tempo pada
tanggal 6 Juli 2007.
Tommy menjelaskan bahwa setelah nota kesepahaman
ditandatangani, mereka tidak pernah diminta lagi untuk melanjutkan kerjasama
tersebut. Sejak penandatanganan nota kesepahaman, kata Tommy, tidak ada
pembicaraan lebih lanjut hingga Batam dijadikan kawasan perdagangan bebas atau
free trade zone. "Saya tidak tahu apa yang terjadi dan sudah berlangsung
lama, terserah saja (pada Batam) apa yang ingin mereka lakukan. Saya tidak
pernah kembali ke sana, tidak ada kegiatan yang dilakukan," ujarnya dalam
artikel tersebut.
|
ARSIP: Surat rekomendasi DPRD Batam, 17 Mei 2004. |
Pada awalnya, Pemerintah Kota Batam datang ke Jakarta pada
tahun 2001 untuk menawarkan prospek pengembangan di Kawasan Rempang berdasarkan
Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.
Kemudian, Pemerintah Kota Batam berusaha untuk mengundang
beberapa pengusaha nasional, termasuk Artha Graha Group (induk PT MEG), serta
sejumlah investor dari Malaysia dan Singapura untuk berperan aktif dalam
pembangunan proyek Kawasan Rempang.
Akhirnya, PT MEG terpilih untuk mengelola dan mengembangkan
Kawasan Rempang seluas kurang lebih 17 ribu hektare dan kawasan penyangga yaitu
Pulau Setokok (kurang lebih 300 hektare) dan Pulau Galang (kurang lebih 300
hektare).
Berdasarkan butir kesepakatan atau perjanjian pada tahun
2004 tersebut, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam bertanggung jawab menyediakan
tanah dan menerbitkan semua perizinan yang diperlukan untuk PT MEG.
PT MEG adalah anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy
Winata. Dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan di Pulau Rempang antara
Pemko Batam, Otorita Batam, dan Makmur Elok Graha, MEG mendapatkan konsesi
selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 20 tahun dan 30 tahun, sehingga
total potensial hingga 80 tahun. Luas lahan yang dikerjasamakan adalah seluas
16.583 hektare.
Saat itu, Tempo melaporkan bahwa perjanjian tersebut
dianggap merugikan negara karena dilakukan tanpa memberikan kompensasi kepada
negara.
Dalam perjanjian tersebut, MEG mendapatkan hak eksklusif
untuk mengelola dan mengembangkan proyek KWTE. Dalam Perda Kota Batam Nomor 17
tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam yang kemudian diperbarui dengan
Perda Nomor 3 tahun 2003, disebutkan bahwa izin usaha dalam KWTE mencakup
gelanggang bola ketangkasan dan gelanggang permainan mekanik/elektronik.
Pada tahun 2007, rencana investasi tersebut mengalami
kendala karena ada aduan dari masyarakat yang mengklaim bahwa mereka telah
merugikan negara sebesar Rp3,6 triliun dalam kerjasama tersebut.
Pada tahun 2008, Tommy Winata pernah diperiksa di Mabes
Polri terkait masalah tersebut. Proyek tersebut juga tidak terwujud karena
adanya masalah pembebasan lahan.
Sekarang, setelah 19 tahun berlalu, kerjasama pengembangan
Pulau Rempang dihidupkan kembali. Pada Juli 2023, pemerintah menandatangani
nota kesepahaman dengan Xinyi Group, perusahaan asal China. Perjanjian baru ini
ditandatangani oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Chengdu,
China, dan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo.
|
Presiden Joko Widodo saksikan penandatanganan sejumlah dokumen kerja sama dalam membangun ekosistem hilirisasi industri kaca dan panel surya di Indonesia yang dilaksanakan di Hotel Shangri-La, Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), pada Jumat, 28 Juli 2023. Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev |
Xinyi akan menginvestasikan USD11,5 miliar atau setara Rp172
triliun. Xinyi akan membangun pabrik kaca dan panel surya. Investasi ini
diharapkan akan menciptakan 30.000 lapangan kerja. Proyek ini dijadwalkan akan
dimulai pada bulan September 2023.
Investasi ini merupakan bagian dari pengembangan Pulau
Rempang di bawah kepemimpinan MEG. Konsepnya adalah kawasan industri hijau dan
dinamai Rempang Eco-City. Pulau Rempang akan menjadi kawasan industri, jasa,
dan pariwisata. Proyek ini diharapkan dapat menarik investasi hingga mencapai
Rp318 triliun hingga tahun 2080.
Namun, rencana ini menghadapi penolakan dari sebagian
masyarakat. Warga Rempang menolak direlokasi dan menolak penggusuran 16 kampung
tua. Warga memohon kepada pemerintah agar pembangunan dapat dilakukan tanpa
menggusur permukiman warga asli dan 16 kampung tua.
Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung adat atau kampung tua
yang menjadi tempat tinggal warga asli. Warga asli diyakini telah tinggal di
Pulau Rempang setidaknya sejak tahun 1834.
Perkembangan Kawasan Pulau Rempang
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) Bahlil Lahadalia secara langsung mengunjungi kawasan yang akan menjadi
lokasi pembangunan pabrik kaca terintegrasi pada hari Minggu siang di Kawasan
Rempang, Batam (13/8/2023). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari arahan
Presiden Joko Widodo untuk segera melaksanakan pengembangan Kawasan Rempang
setelah penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah
Indonesia dengan Xinyi Group terkait pembangunan industri kaca terintegrasi di
Rempang pada bulan Juli sebelumnya.
"Bulan lalu di Chengdu, Tiongkok, saya sendiri yang
mewakili Pemerintah Indonesia disaksikan oleh Bapak Presiden Jokowi,
menandatangani komitmen kerjasama untuk proses investasi di Kawasan Rempang
ini. Kita hanya diberikan waktu dua bulan untuk segera melaksanakan
implementasi investasinya. Ini bukan hal yang mudah. Tapi investasi adalah
instrumen untuk dapat menggenjot lapangan pekerjaan dan perekonomian negara
kita," ungkap Bahlil.
Xinyi Group merupakan perusahaan asal Tiongkok yang bergerak
di bidang pembuatan kaca dan panel surya. Perusahaan ini sebelumnya telah
memiliki pabrik kaca terintegrasi terbesar di dunia yang berlokasi di Tiongkok,
dan Indonesia akan menjadi titik lokasi pabrik terbesar kedua. Total investasi
yang akan dialokasikan untuk proyek di Kawasan Rempang ini sekitar USD11,5
Miliar dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 35 ribu orang.
Selain meninjau kesiapan Kawasan Rempang, Menteri Investasi
juga melakukan konsolidasi dengan masyarakat yang akan terdampak di kawasan
tersebut untuk memberikan pengertian bahwa proyek pembangunan industri kaca ini
harus tetap berjalan, tentunya dengan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat
terdampak.
"Tadi saya sudah berdiskusi dengan Pak Gubernur
Kepulauan Riau, Pak Walikota Batam, Kepala Badan Pengusahaan Batam, aparat
setempat, dan juga perwakilan masyarakat, bahwa untuk makam akan kami pagari,
namun tempat tinggal masyarakat akan tetap kami relokasi karena wilayah
tersebut masuk ke dalam master plan pembangunan industri ini. Lokasi relokasi
juga sudah disediakan oleh pihak BP Batam, dan akan kami sediakan sarana dan
prasarana yang layak bagi masyarakat seperti jalan menuju ke pantai serta
pelabuhan nelayannya juga," ujar Bahlil.
Menteri Bahlil juga menambahkan bahwa setiap masyarakat
terdampak akan memperoleh hunian tipe 45 di atas tanah seluas 200 m2. Sebagai
bentuk dukungan dari pemerintah bagi masyarakat di Kawasan Rempang di masa yang
akan datang, putra-putri masyarakat terdampak akan diberikan beasiswa sekolah
kejuruan yang sesuai. Selain itu, bagi putra-putri yang memiliki potensi lebih,
pemerintah akan mendorong perusahaan BP Batam untuk memfasilitasi beasiswa
hingga ke luar negeri.
Walikota Batam Muhammad Rudi mengucapkan terima kasih kepada
Menteri Bahlil yang telah menyelesaikan persoalan Kawasan Rempang ini dengan
memberikan solusi yang baik bagi semua pihak.
"Pak Menteri telah menyampaikan bahwa akan membantu
menyelesaikan pada keputusan yang lebih tinggi dari Pak Presiden. Asal
Keputusan Presiden ini sudah keluar, maka kami sudah bisa mulai bekerja,"
jelas Rudi.
Menyerap Aspirasi
Rencana pengembangan Pulau Rempang sebagai kawasan ekonomi
baru atau The New Engine of Indonesian's Economic Growth masih menjadi topik
perbincangan hangat di masyarakat Kota Batam.
Pemerintah Pusat memproyeksikan Pulau Rempang sebagai kota
baru dengan industri yang berkonsep "Green and Sustainable City."
Menyikapi wacana tersebut, Wali Kota Batam- Kepala BP Batam
H Muhammad Rudi menyampaikan rencana strategis pengembangan Pulau Rempang
secara langsung kepada perwakilan masyarakat Kelurahan Sembulang dan Rempang
Cate pada tanggal 22 Agustus 2023.
"Hari ini, saya datang dan bertemu dengan perwakilan
masyarakat. Alhamdulillah, kegiatan sosialisasi kali ini berjalan lancar.
Terkait rencana pengembangan Rempang, saya juga sudah menyampaikan kepada
pemerintah pusat agar tetap memperhatikan hak-hak masyarakat," ujar Rudi
di hadapan masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut, Rudi juga menjelaskan rencana
relokasi terhadap masyarakat yang akan terdampak oleh pembangunan.
Sesuai arahan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil
Lahadalia, Rudi menyebut bahwa pihaknya telah menyiapkan kavling seluas 500
meter persegi untuk masyarakat yang memiliki rumah di atas Areal Penggunaan
Lain (APL) dan bersedia direlokasi ke area yang telah ditentukan. Di kavling
tersebut, akan dibangun rumah dengan tipe 45.
Luas kavling tersebut juga akan diperbesar dari luas
sebelumnya yang hanya 200 meter persegi.
Tidak hanya itu, masyarakat juga akan diberikan Hak Guna
Bangunan (HGB) untuk tanah dan rumah yang mereka miliki serta dibebaskan dari
biaya Uang Wajib Tahunan (UWT/UWTO) selama 30 tahun.
Pemerintah juga akan memberikan bantuan kepada nelayan dan
membangun pelabuhan atau dermaga untuk mempermudah aktivitas masyarakat ke
depan.
Rudi meminta agar seluruh masyarakat tidak terprovokasi oleh
isu-isu negatif terkait rencana pengembangan Pulau Rempang.
Sumber: Alih Bahasa Dari Berita Dengan Judul; Understand Well !! Here Are the True Facts About the Long History of the Rempang Island Batam Agreement