Pahami Dengan Baik !, Inilah Fakta Sebenarnya Tentang Sejarah Panjang Perjanjian Pulau Rempang Batam

Views Kamis, September 14, 2023
Sumber; commons.wikimedia.org

Rencana pengembangan Pulau Rempang memiliki riwayat yang panjang. Beberapa media nasional pernah mengulas artikel yang membahas sejarah masuknya investor ke pulau tersebut sejak tahun 2004. Hingga tahun 2008, tidak ada kelanjutan.

Surat dari DPRD Kota Batam tanggal 17 Mei 2004 membuka kembali catatan masuknya investasi ke kawasan Pulau Rempang. Surat ini diteken oleh Ketua DPRD Batam saat itu, Taba Iskandar, dan berisi rekomendasi dari enam fraksi di DPRD Batam.

Secara garis besar, DPRD Batam saat itu menyetujui langkah Pemko Batam untuk mengembangkan Pulau Rempang menjadi kawasan perdagangan, jasa, industri, dan pariwisata dengan konsep Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif atau KWTE.

Pada tanggal 26 Agustus 2004, pengusaha Tommy Winata, pemilik PT Makmur Elok Graha (MEG), menandatangani nota kesepahaman dengan Pemko Batam. Penandatanganan ini juga disaksikan oleh Ismeth Abdullah, yang saat itu menjabat sebagai penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Perjanjian tersebut juga mencakup pembuatan studi pengembangan Pulau Rempang.

"Awalnya, kami diajak berbicara pada tahun 2002. Kemudian, pada tahun 2003, kami dipanggil lagi dan ditawari untuk menggarapnya. Kami diminta untuk melakukan publikasi. Setelah satu tahun menyelesaikan studi, kami mempresentasikannya dan pada tahun 2004 nota kesepahaman ditandatangani," kata Tommy, seperti yang dikutip dari artikel Tempo pada tanggal 6 Juli 2007.

Tommy menjelaskan bahwa setelah nota kesepahaman ditandatangani, mereka tidak pernah diminta lagi untuk melanjutkan kerjasama tersebut. Sejak penandatanganan nota kesepahaman, kata Tommy, tidak ada pembicaraan lebih lanjut hingga Batam dijadikan kawasan perdagangan bebas atau free trade zone. "Saya tidak tahu apa yang terjadi dan sudah berlangsung lama, terserah saja (pada Batam) apa yang ingin mereka lakukan. Saya tidak pernah kembali ke sana, tidak ada kegiatan yang dilakukan," ujarnya dalam artikel tersebut.

ARSIP: Surat rekomendasi DPRD Batam, 17 Mei 2004.

Pada awalnya, Pemerintah Kota Batam datang ke Jakarta pada tahun 2001 untuk menawarkan prospek pengembangan di Kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.

Kemudian, Pemerintah Kota Batam berusaha untuk mengundang beberapa pengusaha nasional, termasuk Artha Graha Group (induk PT MEG), serta sejumlah investor dari Malaysia dan Singapura untuk berperan aktif dalam pembangunan proyek Kawasan Rempang.

Akhirnya, PT MEG terpilih untuk mengelola dan mengembangkan Kawasan Rempang seluas kurang lebih 17 ribu hektare dan kawasan penyangga yaitu Pulau Setokok (kurang lebih 300 hektare) dan Pulau Galang (kurang lebih 300 hektare).

Berdasarkan butir kesepakatan atau perjanjian pada tahun 2004 tersebut, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam bertanggung jawab menyediakan tanah dan menerbitkan semua perizinan yang diperlukan untuk PT MEG.

PT MEG adalah anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata. Dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan di Pulau Rempang antara Pemko Batam, Otorita Batam, dan Makmur Elok Graha, MEG mendapatkan konsesi selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 20 tahun dan 30 tahun, sehingga total potensial hingga 80 tahun. Luas lahan yang dikerjasamakan adalah seluas 16.583 hektare.

Saat itu, Tempo melaporkan bahwa perjanjian tersebut dianggap merugikan negara karena dilakukan tanpa memberikan kompensasi kepada negara.

Dalam perjanjian tersebut, MEG mendapatkan hak eksklusif untuk mengelola dan mengembangkan proyek KWTE. Dalam Perda Kota Batam Nomor 17 tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam yang kemudian diperbarui dengan Perda Nomor 3 tahun 2003, disebutkan bahwa izin usaha dalam KWTE mencakup gelanggang bola ketangkasan dan gelanggang permainan mekanik/elektronik.

Pada tahun 2007, rencana investasi tersebut mengalami kendala karena ada aduan dari masyarakat yang mengklaim bahwa mereka telah merugikan negara sebesar Rp3,6 triliun dalam kerjasama tersebut.

Pada tahun 2008, Tommy Winata pernah diperiksa di Mabes Polri terkait masalah tersebut. Proyek tersebut juga tidak terwujud karena adanya masalah pembebasan lahan.

Sekarang, setelah 19 tahun berlalu, kerjasama pengembangan Pulau Rempang dihidupkan kembali. Pada Juli 2023, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan Xinyi Group, perusahaan asal China. Perjanjian baru ini ditandatangani oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Chengdu, China, dan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo saksikan penandatanganan sejumlah dokumen kerja sama dalam membangun ekosistem hilirisasi industri kaca dan panel surya di Indonesia yang dilaksanakan di Hotel Shangri-La, Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), pada Jumat, 28 Juli 2023. Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev

Xinyi akan menginvestasikan USD11,5 miliar atau setara Rp172 triliun. Xinyi akan membangun pabrik kaca dan panel surya. Investasi ini diharapkan akan menciptakan 30.000 lapangan kerja. Proyek ini dijadwalkan akan dimulai pada bulan September 2023.

Investasi ini merupakan bagian dari pengembangan Pulau Rempang di bawah kepemimpinan MEG. Konsepnya adalah kawasan industri hijau dan dinamai Rempang Eco-City. Pulau Rempang akan menjadi kawasan industri, jasa, dan pariwisata. Proyek ini diharapkan dapat menarik investasi hingga mencapai Rp318 triliun hingga tahun 2080.

Namun, rencana ini menghadapi penolakan dari sebagian masyarakat. Warga Rempang menolak direlokasi dan menolak penggusuran 16 kampung tua. Warga memohon kepada pemerintah agar pembangunan dapat dilakukan tanpa menggusur permukiman warga asli dan 16 kampung tua.

Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung adat atau kampung tua yang menjadi tempat tinggal warga asli. Warga asli diyakini telah tinggal di Pulau Rempang setidaknya sejak tahun 1834.

Perkembangan Kawasan Pulau Rempang

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia secara langsung mengunjungi kawasan yang akan menjadi lokasi pembangunan pabrik kaca terintegrasi pada hari Minggu siang di Kawasan Rempang, Batam (13/8/2023). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo untuk segera melaksanakan pengembangan Kawasan Rempang setelah penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group terkait pembangunan industri kaca terintegrasi di Rempang pada bulan Juli sebelumnya.

"Bulan lalu di Chengdu, Tiongkok, saya sendiri yang mewakili Pemerintah Indonesia disaksikan oleh Bapak Presiden Jokowi, menandatangani komitmen kerjasama untuk proses investasi di Kawasan Rempang ini. Kita hanya diberikan waktu dua bulan untuk segera melaksanakan implementasi investasinya. Ini bukan hal yang mudah. Tapi investasi adalah instrumen untuk dapat menggenjot lapangan pekerjaan dan perekonomian negara kita," ungkap Bahlil.

Xinyi Group merupakan perusahaan asal Tiongkok yang bergerak di bidang pembuatan kaca dan panel surya. Perusahaan ini sebelumnya telah memiliki pabrik kaca terintegrasi terbesar di dunia yang berlokasi di Tiongkok, dan Indonesia akan menjadi titik lokasi pabrik terbesar kedua. Total investasi yang akan dialokasikan untuk proyek di Kawasan Rempang ini sekitar USD11,5 Miliar dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 35 ribu orang. 

Selain meninjau kesiapan Kawasan Rempang, Menteri Investasi juga melakukan konsolidasi dengan masyarakat yang akan terdampak di kawasan tersebut untuk memberikan pengertian bahwa proyek pembangunan industri kaca ini harus tetap berjalan, tentunya dengan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat terdampak.

"Tadi saya sudah berdiskusi dengan Pak Gubernur Kepulauan Riau, Pak Walikota Batam, Kepala Badan Pengusahaan Batam, aparat setempat, dan juga perwakilan masyarakat, bahwa untuk makam akan kami pagari, namun tempat tinggal masyarakat akan tetap kami relokasi karena wilayah tersebut masuk ke dalam master plan pembangunan industri ini. Lokasi relokasi juga sudah disediakan oleh pihak BP Batam, dan akan kami sediakan sarana dan prasarana yang layak bagi masyarakat seperti jalan menuju ke pantai serta pelabuhan nelayannya juga," ujar Bahlil.

Menteri Bahlil juga menambahkan bahwa setiap masyarakat terdampak akan memperoleh hunian tipe 45 di atas tanah seluas 200 m2. Sebagai bentuk dukungan dari pemerintah bagi masyarakat di Kawasan Rempang di masa yang akan datang, putra-putri masyarakat terdampak akan diberikan beasiswa sekolah kejuruan yang sesuai. Selain itu, bagi putra-putri yang memiliki potensi lebih, pemerintah akan mendorong perusahaan BP Batam untuk memfasilitasi beasiswa hingga ke luar negeri.

Walikota Batam Muhammad Rudi mengucapkan terima kasih kepada Menteri Bahlil yang telah menyelesaikan persoalan Kawasan Rempang ini dengan memberikan solusi yang baik bagi semua pihak.

"Pak Menteri telah menyampaikan bahwa akan membantu menyelesaikan pada keputusan yang lebih tinggi dari Pak Presiden. Asal Keputusan Presiden ini sudah keluar, maka kami sudah bisa mulai bekerja," jelas Rudi.

Menyerap Aspirasi

Rencana pengembangan Pulau Rempang sebagai kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesian's Economic Growth masih menjadi topik perbincangan hangat di masyarakat Kota Batam.

Pemerintah Pusat memproyeksikan Pulau Rempang sebagai kota baru dengan industri yang berkonsep "Green and Sustainable City."

Menyikapi wacana tersebut, Wali Kota Batam- Kepala BP Batam H Muhammad Rudi menyampaikan rencana strategis pengembangan Pulau Rempang secara langsung kepada perwakilan masyarakat Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate pada tanggal 22 Agustus 2023.

"Hari ini, saya datang dan bertemu dengan perwakilan masyarakat. Alhamdulillah, kegiatan sosialisasi kali ini berjalan lancar. Terkait rencana pengembangan Rempang, saya juga sudah menyampaikan kepada pemerintah pusat agar tetap memperhatikan hak-hak masyarakat," ujar Rudi di hadapan masyarakat.

Dalam pertemuan tersebut, Rudi juga menjelaskan rencana relokasi terhadap masyarakat yang akan terdampak oleh pembangunan.

Sesuai arahan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Rudi menyebut bahwa pihaknya telah menyiapkan kavling seluas 500 meter persegi untuk masyarakat yang memiliki rumah di atas Areal Penggunaan Lain (APL) dan bersedia direlokasi ke area yang telah ditentukan. Di kavling tersebut, akan dibangun rumah dengan tipe 45.

Luas kavling tersebut juga akan diperbesar dari luas sebelumnya yang hanya 200 meter persegi.

Tidak hanya itu, masyarakat juga akan diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) untuk tanah dan rumah yang mereka miliki serta dibebaskan dari biaya Uang Wajib Tahunan (UWT/UWTO) selama 30 tahun.

Pemerintah juga akan memberikan bantuan kepada nelayan dan membangun pelabuhan atau dermaga untuk mempermudah aktivitas masyarakat ke depan.

Rudi meminta agar seluruh masyarakat tidak terprovokasi oleh isu-isu negatif terkait rencana pengembangan Pulau Rempang.

Sumber: Alih Bahasa Dari Berita Dengan Judul;  Understand Well !! Here Are the True Facts About the Long History of the Rempang Island Batam Agreement

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »