LINGGA-Makanan khas dari Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), yang terbuat dari sagu, tidak hanya sekadar hidangan, tetapi juga menjadi bagian berharga dari sejarah dan kearifan lokal di Lingga. Sejak zaman Kesultanan Riau-Lingga di Daik, kepurun, dulunya hanya dinikmati oleh para raja, telah menjadi pilihan utama masyarakat setempat terutama saat matahari mencapai puncaknya."Biasanya kalau makan kepurun itu emang pada siang hari, bikinnya ramai-ramai dan makannya pun ramai, pedasnya sama-sama," kata Magdalena, seorang warga Dabo Singkep, yang menekankan tradisi ini pada Minggu (3/12/2023).Tidak hanya sebagai hidangan lezat, kepurun juga dikenal sebagai obat tradisional. Dipercaya dapat meningkatkan selera makan dan bahkan mengatasi demam, masyarakat setempat menjadikan kepurun sebagai solusi yang lezat dan menyehatkan untuk mengeluarkan keringat, terutama berkat cita rasa pedasnya yang khas saat disantap di siang hari."Kalau demam atau baru mau sembuh demam itu paling mantap makan kepurun, dijamin peluh (keringat) berceceran dan sesudah itu jadi selera makan," ungkap Zubaidah.Berbagai bahan alami menjadi bagian tak terpisahkan dari pembuatan kepurun, mulai dari sagu bersih yang dikocok hingga kenyal seperti lem cair, hingga bumbu seperti ikan bilis (teri), cabai, belimbing wuluh, dan buah mempelam. Proses pembuatan kepurun membutuhkan keterampilan khusus agar rasanya harmonis dan teksturnya kental."Sagu dikocok dengan hati-hati hingga mencapai konsistensi yang sempurna. Sementara itu, bumbu dilumatkan dengan cermat untuk menciptakan rasa kuah yang kaya," ungkap Magdalena.Kepurun, dengan cita rasa yang menggoda, dapat dinikmati oleh semua usia. "Dengan kepurun, lintas generasi, tua, muda, laki-laki, perempuan jadi satu, sebab makan kepurun tak enak sendiri," tambah Magdalena. Dengan kekayaan tradisional ini, kepurun tidak hanya menjadi sajian kuliner, tetapi juga simbol kebersamaan di Kabupaten Lingga.