Aksi protes menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran diadakan oleh puluhan jurnalis yang tergabung dalam koalisi jurnalis Batam di depan Kantor DPRD Batam pada Senin (27/5).
Mereka memulai protes dengan berjalan kaki dari Simpang Lampu Merah Masjid Agung menuju Gedung DPRD Batam.
Jurnalis yang terlibat dalam aksi ini berasal dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri, Pewarta Foto Indonesia (PFI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Perusahaan Pers (SPP), dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
"PWI menolak beberapa pasal yang berkaitan dengan pers. Ada 6 pasal yang dianggap melemahkan kerja jurnalis terkait RUU Penyiaran. Menurut PWI, revisi RUU ini tidak sesuai."
Pihaknya menilai, salah satu pasal yang dianggap bermasalah adalah pasal 50 B ayat 2, yang berpotensi mencantumkan larangan konten berita eksklusif jurnalistik investigasi.
Karena di dalam draf RUU nomor 32 tahun 2022 kerja jurnalistik diatur, tapi hari ini kita brendel oleh RUU Penyiaran. Inilah wajib kita tolak,” tegas Andi.
Sehingga gabungan koalisi jurnalis Kepri sepakat menolak RUU Penyiaran. Karena hanya lembaga yang tetap mengurus sengketa pers yakni Dewan Pers itu amanah UU.
“Sementara itu adalah karya tertinggi dari pekerja media. Dapat melakukan liputan investigasi,” lanjutnya.
Alhamdulilah, kegiatan ini terlaksana dengan baik. Kami menerima seluruh aspirasinya dan akan meneruskan sepenuhnya ke DPR-RI,” ujar ketua DPRD batam(nuryanto SH. MH) kpd para jurnalis kepri.
Ia berharap rancangan revisi UU Nomor 40 tahun 1999 bisa dipertimbangkan kembali, karena insan pers menolak. Dengan adanya revisi ini hal ini dikarenakan kemerdekaan pers akanberkurang.
Liputan investigasi akan dilarang. Ini yang diberatkan. Padahal pers ini mencari data kebenaran bahwa informasinya sesuai dengan kebenaran,” papar Cak Nur.
Dalam meneruskan aspirasi ke pemerintah pusat harus melalui mekanisme. Suratnya diproses dan diteruskan ke DPR RI dengan surat pengantar dari DPRD Kota Batam.
“Kalau saya secara pribadi juga menolak revisi UU ini. Karena saya melihat bahwa UU Pers Nomor 40 tahun 1999 lahir di reformasi. Saya bagian produk reformasi. Media pers ini pilar demokrasi. Kalau pilar demokrasi di ganggu maka akan tertutup. Merugikan kita,” pungkasnya.(muhjo82)
“